Sabtu, 21 November 2009

Kesetiaan Matahari


“Kau semakin surut turunkan air matamu, lalu siapa yang akan temaniku setelah air matamu reda??” gumam bumi pada langit.
“Kenapa kau berkata seperti itu?? Tidakkah cukup kesetiaan matahari yang sepanjang hari temani dirimu??? Ujar langit pada bumi.
“Apa??? Temani sepanjang hari??? Kau tak salah ucapkah wahai langit sore hari??” kesal bumi.
Langit berbisik pada awan tuk segera panggilkan matahari. Seketika itu air yang basahi bumi pun reda dan semua menyambut hadirnya matahari.
“Ada apa denganmu bumi??? Kata awan kau sedang sedih?? Mengapa kau bersedih bumi???” tanya matahari di balik sinar senjanya
“Kau tak perlu sedih bumi, ada aku yang setia temanimu. Kala kau sedih keluarkan kesahmu padaku, aku siap menjadi sandaranmu dan aku siap menyinarimu kapanpun kau mau..” ujar matahari kembali.
“Apa??? Setia??? Kalau setia mengapa kau tinggalkanku saat bulan mulai menjemput hariku??? Kau tinggalkanku begitu saja.” Kesal bumidengan murungnya.
“Janganlah begitu bumi, kau lupa akan asalnya sinar bulan?? Bulan bersinar karena dia pantulkan sinarku. Aku tahu keadaanmu kala pagi, siang atau malam. Kala pagi aku hadir bangunkan tidurmu, kala siang aku hadir dengan terikku, sore aku datang dengan emas dalam senjaku dan malam pun aku datang melalui perantara bulan.” Lugas matahari.
Bumi berpikir dan matahari pun tetap tebar senyum untuk Sang Bumi.
“Masihkah kau bersedih wahai bumiku??” tanya matahari dengan penuh kesabaran.
“Bumi, kesetiaanku kan selalu terjaga padamu. Karna hanya padamu aku beradu. Aku kan sinarimu sepanjang waktuku dan kesetiaanku kan terjaga hingga hendakNya. Yang jelas aku akan berusaha setia sinarimu bumi..” rayu matahari pada bumi.
“Lalu, dimanakah dirimu ketika hujan turun?? Bukankah berarti kau tak bersamaku?” tanya bumi.
“Kata siapa aku tak ada kala hujan turun?? Aku tetap ada, aku intip kau dibalik awan-awan itu bumi..”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar